rin_iffah


"Pergilah kemanapun kau suka. Singgahlah ke tempat terindah yang dimiliki semesta maka engkau akan dapatkan bahwa aku adalah satu-satunya surga yang kau punya"


Rumah adalah tempat di mana hati kita selalu terpaut padanya. Kenyamanan, ketenangan, kebahagiaan yang hadir di dalamnya membuat kita selalu rindu untuk pulang. Maka tak heran jika ada yang menyebut 'Rumahku Surgaku'. Bagi saya, Ternate adalah sebuah rumah tua, rumah terindah beratap langit biru dan arakan awan putih ditopang gunung Gamalama sebagai pasak, pantai indah serta bentangan laut biru menjadi alasnya. Rumah ini telah ada sejak ratusan tahun silam. Berbagai peradaban lahir di tempat ini. Mulai dari pertama kali kepala rumah tangganya bergelar kolano (raja) hingga berganti menjadi Sultan ketika Islam mulai menjadi agama yang dipeluk oleh penghuninya. Ia pun  menjadi saksi perjuangan melawan kolonialisme di bumi nusantara. Di sini pula saya dilahirkan, menghabiskan masa kanak-kanak yang indah di sepanjang pesisir pantai.... membuat rumah pasir, memancing ikan, bermain perahu ataupun berlomba dengan lipatan-lipatan ombak, saling berkejaran menuju bibir pantai. Saban hari sayapun tak alpa mengikuti paman pergi ke hutan memanen hasil kebun berupa pala dan cengkeh; rempah terbaik di tanah para raja yang usianya sebaya dengan usia rumah ini sejak pertama kali dibangun. Di rumah tua ini saya melewati masa remaja dan kemudian tumbuh dewasa meski ada jeda di mana saya harus pergi sementara sambil menahan rindu yang teramat sangat terhadap kampung halaman, berhijrah menuntut ilmu dan akhirnya kembali mengabdi di tanah leluhur tercinta.

Di sini... di rumah ini, begitu banyak peristiwa silih berganti melintas di depan mata. Ada yang datang, ada pula yang pergi. Kadang tawa bahagia menyelimuti, pun tangis duka tak luput menghampiri. Seiring berjalan waktu perubahan demi perubahanpun terjadi. Rumah yang dulunya penuh tradisi dengan nilai2 kesantunan mulai terkikis. Kakak tak lagi menghargai adik-adiknya pun sang adik tak paham bagaimana harus bersikap terhadap kakak-kakaknya. Entah karena alasan perbaikan, rumah tua ini pun dipermak, dipoles sana sini, diberi hiasan yang justru membuat ia semakin kehilangan ruhnya. Beton-beton kokoh dibangun di sepanjang pesisir menggantikan pantai berpasir indah dan rimbunan tanaman bakau tempat kami menghabiskan hari semasa kecil. Hutan yang dulunya lebat berubah menjadi bangunan-bangunan baru tanpa mempedulikan daerah resapan air. Wajarlah jika kekhawatiran ini mulai hadir.

Suatu hari nanti, ketika saya pergi dari sini kemudian kembali lagi dalam waktu lama, akankah saya dan penghuni rumah lainnya masih bisa saling mengenali? Sementara di tempat yang samapun kami serupa orang asing yang lahir dari rahim berbeda. Apatah lagi jika terpisah jarak dan waktu sekian lamanya. Lebih jauh lagi, kelak ketika itu terjadi.... akankah rumah tua yang saya bangga-banggakan ini, tempat saya menyulam berbagai kenangan indah masih menjadi tempat yang nyaman yang akan selalu mengetuk-ngetuk kerinduan di hati saya untuk kembali pulang? Semoga......
Share

0 Responses

Posting Komentar